Peraturan Tuhan dalam Perjanjian Lama adalah hukum baru bagi bangsa yang disisihkan untuk dijadikan umat pilihan, umat kesayangan. Negara baru harus diberi hukum dan peraturan baru pula, agar rakyatnya tidak liar.

Tujuan Tuhan memberi peraturan adalah untuk kebaikan; seperti suatu pemerintahan menetapkan UU, maka itu hanyalah untuk kebaikan dan keteraturan rakyatnya. Seperti PM Lee di Singapore mengatakan bahwa mereka suatu negara yang kecil, tidak memiliki sumber-sumber, jika rakyatnya tidak mau diatur, maka mereka pastilah hancur. Jadi, jika mereka mau maju, bahkan hal sekecil seperti membuang ludah atau sampah, haruslah menurut. Rakyat mendengar dan negara itu diperhitungkan dan dikunjungi oleh orang-orang dari seluruh dunia.

Di bawah ini ada peraturan baru bagi bangsa Israel dan ada hukum yang menyertainya saat dilanggar. Baik yang tidak sengaja maupun pelanggar yang sengaja berbuat salah – artinya memang nabrak hukum.

Bilangan 15:27-28, 30 -32, 35-36 (TB) Apabila satu orang saja berbuat dosa dengan tidak sengaja, maka haruslah ia mempersembahkan kambing betina berumur setahun sebagai korban penghapus dosa;
dan imam haruslah mengadakan pendamaian di hadapan TUHAN bagi orang yang dengan tidak sengaja berbuat dosa itu, sehingga orang itu beroleh pengampunan karena telah diadakan pendamaian baginya.
Tetapi orang yang berbuat sesuatu dengan sengaja, baik orang Israel asli, baik orang asing, orang itu menjadi penista TUHAN, ia harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya, sebab ia telah memandang hina terhadap firman TUHAN dan merombak perintah-Nya; pastilah orang itu dilenyapkan, kesalahannya akan tertimpa atasnya.”
Ketika orang Israel ada di padang gurun, didapati merekalah seorang yang mengumpulkan kayu api pada hari Sabat. Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Orang itu pastilah dihukum mati; segenap umat Israel harus melontari dia dengan batu di luar tempat perkemahan.” Lalu segenap umat menggiring dia ke luar tempat perkemahan, kemudian dia dilontari dengan batu, sehingga ia mati, seperti yang difirmankan TUHAN kepada Musa.

Kisah mengenaskan ini pastilah dilakukan oleh orang yang cuek. Dia menyangka bahwa melanggar hukum Tuhan ganjarannya ringan – ternyata nyawa! Ada beberapa pemikiran yang bisa saya ajukan dari perbuatan orang seperti ini, berdasarkan banyaknya kasus pelanggaran-pelanggaran yang saya sendiri lakukan maupun studi kasus yang saya dapati dari orang-orang yang konseling atau murid-murid yang Tuhan percayakan kepada saya.

1. Kecuekannya berkaitan dengan kebodohannya yang memandang ringan suatu perintah/hukum.
Banyak orang melanggar dengan cara menabrak hati nuraninya sendiri. Ia tidak peduli dengan hukuman atau akibat. Ia melanggar karena terbiasa melanggar dan terbiasa mengabaikan perintah. Jadi dia tidak juga peduli dengan akibat – itu belakangan, yang penting ditabrak dulu, tidak peduli dulu.
2. Kecuekan karena kebodohan, yang benar-benar bodoh dan tidak mempertimbangkan akibat. (Yang pertama tadi tahu akibatnya tapi tetap dilanggar, anyway). Yang tipe kedua ini tidak punya pertimbangan yang matang, dia benar-benar simply bodoh, tidak mau menjadi pelaku dari ketaatan total. (mungkin ini kasus dari pelanggar Sabat dari kisah di atas)
3. Kecuekan karena kebutuhan daging dan berpikir secara daging. Ini ratenya sama rendahnya dengan kedua di atas. Tetapi yang ini karena pikirannya masih rendah dan tidak menaati peraturan Tuhan/otoritas karena alasan kebutuhan, pengejaran dapur/uang/keluarga – maka dia tetap ‘bekerja’ (dalam kasus di atas adalah soal sabat). Seharusnya jika Tuhan sudah menetapkan garis, Dia yang akan memberkati hukum tersebut. Tetapi karena orang ini tidak mempercayai Tuhan sepenuhnya, maka ia berjuang dengan kekuatannya sendiri sekalipun melanggar hukum.

Banyak tipe-tipe seperti ini tersebar di gereja Tuhan. Saya tidak tahu seberapa berdukanya Tuhan melihat anak-anak yang masih saja keras hati, sombong, seenaknya, secueknya, mengandalkan kekuatannya sendiri, dan mengabaikan Firman dan perlindungan-Nya lewat perintah dan ‘hukum.’ Saya tidak dapat membayangkan akibat dari pelanggaran-pelanggaran yang kita lakukan dari kecerobohan, kecuekan, kebutuhan uang, kepentingan diri sendiri daripada menaati perintah Tuhan. Semakin dewasa rohani, kita banyak dituntut untuk bertanggung jawab atas Firman; saat roh kita sudah mengerti/peka tetapi tidak menjadi pelaku, maka jika dengan sengaja kita melalaikan teguran hati nurani, maka akibatnya sangat mengerikan. Kita mungkin menganggap sangat sepele hal-hal roh yang kita langgar di dunia, yang nanti dalam kekekalan menanggung akibat yang kita sesali sepanjang masa.

Kedagingan merupakan musuh utama bagi upah besar. Jika kita berani menyangkal daging dan kehendaknya, maka kita akan memperoleh ‘nyawa,’ tetapi saat kita tetap mengikuti keinginannya, maka kita akan memperoleh ganjaran, bahkan saat kita mempertahankan ‘nyawa’ itu tadi, maka kita bisa kehilangan nyawa. Entah hal ini diperhitungkan dan dipertimbangkan masak-masak bagi ‘rohaniawan’ atau tidak, tetapi kita-kita adalah manusia roh bersalutkan daging, kita semua seharusnya hidup dalam roh, bukan dalam daging, bukan mengikuti keinginannya tetapi harus menaklukannya.

Roma 6:11-13 (TB) Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.
Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.
Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.

Terlalu banyak ayat-ayat dalam Perjanjian Baru dan Lama yang memberikan peringatan-peringatan kepada ORANG KRISTEN, orang percaya dengan “sebab-akibat” yang menyertainya. Dalam PL akibatnya seperti di atas, dilempari batu sampai mati; tetapi dalam PB walaupun ada yang nyata-nyata seperti Ananias-Safira, tetapi PB lebih banyak siratan, yang mengharuskan kita hidup dalam pendewasaan iman. Kita dituntut hidup dalam roh dengan meminta pimpinan Roh Kudus. Sedangkan akibatnya dicantumkan: Jangan menganggap enteng Allah yang adalah Roh, Dia tidak membiarkan Diri-Nya dipermainkan: apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.

Mungkin “akibat” ini tidak begitu jelas, karena “cuman” kata “tuai,” tetapi jika kita tahu mengenai hukum tabur-tuai, kita akan ngeri membayangkan apa yang kita tuai jika menabur daging. Dan kita yang sudah bebas dari ‘kematian’ oleh karena pertukaran maut dengan salib Kristus lewat kematian Kristus, jika menganggap darah itu murah, maka ada pula ‘ayat akibat’ yang juga tidak tertera terlalu nyata bagi orang-orang yang memandang rendah salib itu dan tetap menggantikannya dengan daging:
Ibrani 10:26-29 (TB) Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu.
Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka.
Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi.
Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?

Tuaian dari ayat ini lebih jelas, yaitu: “kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka.” Yang saya sangat kuatirkan adalah jika hal-hal Tuhan dan kehidupan rohani digantikan dengan 3 analisa saya di atas itu lho, yang buntutnya tidak lain dan tidak bukan hal yang tidak dinyana oleh pelanggarnya. Sah-sah saja kalau ada ‘pelanggar-pelanggar (intelektual) rohani’ yang saat ini mengemukakan semua jurus ayat untuk menentang ayat ‘akibat’ dalam Ibrani ini yang sudah bukan rahasia menjadi kontroversial sepanjang sejarah kekristenan antara liberal dan konservatif, antara injili dan kharismatik. Tapi apakah kita akan mengikuti gelombang pertarungan interpretasi demi kenyamanan daging dan menyeruduk hati nurani dan roh yang sedang kita bina dalam perjalanan menuju kekekalan?

Ah, sekiranya ini mendapatkan banyak perenungan dan perasan perasaan dengan mengabaikan daging dan hidup dalam roh, maka kita akan lebih memikirkan kehilangan nyawa daripada mengikuti kehendak daging yang adalah maut. Tentunya tulisan ini bukan sekedar, tetapi dangkal bagi yang tidak berjalan dalam kedalaman roh dalam ketundukan akan hati nurani dimana Roh Kudus diam dan memberikan tuntunan-tuntunan yang menguntungkan hidup kekal kita dengan upah tak terhingga yang menanti.

Tulisan ini juga ‘hanya’ merupakan benang merah dari banyaknya khotbah-khotbah FMH yang jelas-jelas pengungkapannya dengan contoh-contoh kasus yang tertera. Saya bersyukur beberapa mengikutinya, menghidupinya, dan terus belajar penerapannya bagi roh masing-masing. Doa saya selalu, agar Pembaca hidup dipimpin Roh, menolak daging dan kekuatannya yang ingin menaklukan jiwa.

Mungkin penolakan pelanggaran ‘kecil’ dalam hati nurani seperti dalam hal:
-uang
-posisi
-nama
-menyombongkan diri
-mencari untung
-melampiaskan nafsu
-pelampiasan emosi
-pengandalan kepada manusia
-pembohongan demi keuntungan

Yang kesemuanya hanyalah daging dan sia-sia kekal, jika kita harus menukarnya dengan upah/ganjaran/akibat dalam hidup yang kekal. Kiranya SALIB menjadi sentral dalam perjalanan kita menuju rumah abadi.

Have a great week with the Holy spirit in your deepest heart. Put Him in all you do.