Pengenalan akan otoritas sangatlah penting bagi siapa saja. Jika seseorang tidak mengenal otoritas maka hidupnya akan liar. Orang hanya pakai seatbelt saat melihat polisi, pastilah ia tidak mengenal otoritas dengan benar, tidak punya rasa takut Tuhan dalam hatinya. Ia hanya takut kena tilang, takut kena denda. Dan kalau ketemu polisi, orang yang demikian pastilah dengan udah dan berani nyogok. Ini gak jauh hubungannya, sebab di hatinya tetap ada prinsip tidak takut Tuhan, jadi segala jalan pasti ditempuh. Lalu, ini pun hanya soal uang ujungnya, tidak rela bayar uang salah, takut kehilangan uang. Maka yang banyak dilakukan adalah jalur pintas, ini jatuh berkeping-keping integritasnya di hadapan Tuhan dan noda bagi bumi pertiwi.

Pengenalan otoritas sangatlah penting bagi bawahan, atau orang yang statusnya belum di atas. Bawahan yang melakukan kehendaknya sendiri sangat membahayakan. Jika kita belajar mengenai otoritas yang Tuhan berikan kepada seseorang, maka adalah sangat tidak beruntungnya jika sebelum seorang dibawa Tuhan naik, menaikkan dirinya sendiri di hadapan manusia. Otoritas datangnya dari Tuhan, otoritas sejati tidak memaksa kehendaknya, ia bergulir dengan indah step-by-step.

Banyak bawahan yang haus akan kekuasaan, mereka belum mengerti panggilan sejati. Mereka mereka-reka bagaimana bisa berada di atas, bagaimana bisa naik dengan caranya – ini kedagingan. Saling sikut sana-sini, cari muka, munafik di hadapan atasan, hatinya tidak bersih, suka mencuri kemuliaan – ini adalah kekejian. Kekuasaan yang dipegang oleh orang seperti ini tidak akan bertahan, dosanya mendiskualifikasinya menjadi otoritas sejati.

Ada juga bawahan yang menggunakan ‘kekuasaan kecilnya’ untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas kenyamanan bagi dirinya dengan melanggar norma dan nurani. Melakukan persembunyian keaslian bon-bon dan memalsukan tanda tangan atau file tertentu untuk mengucurkan uang non-halal. Saya tidak sedang berbicara secara umum, tetapi saya hanya berbicara seputar orang Kristen, yang hatinya menjauh dari Tuhan, tidak takut Tuhan, menolak hati nuraninya, dan sarat akan nafsu-nafsu yang jahat.

Ada juga bawahan yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh kesenangan, kebebasan, langgar sana, tabrak sini, ngumpet sono, pakai trik-trik setan (duniawi, bahasa halusnya, tapi trik duniawi datangnya dari setan-setan, semua yang tidak murni datangnya dari setan-setan), hidupnya terbentur terus tidak berujung, karena akar yang ditanam salah, jadi buahnya juga busuk dan tidak manis.

Gehazi adalah bujang nabi Elisa, dia dipercaya bawa tongkatnya nabi, ikut pelayanan sang nabi, hidup dekat dengan nabi. Tetapi dia belum mendapatkan hal untuk dapat menjawab mewakili nabi, dia juga harus tunduk kepada perintah nabi. Tetapi, rupanya hatinya mengingini – ini dia batu sandungannya, selalu berawal dari keinginan! Nabi Elisa baru saja dipakai Tuhan untuk menyembuhkan Naaman dan Naaman hendak memberikan reward yang begitu besar, tetapi karena Tuhan tidak menghendakinya, maka sang nabi menolak pemberian sekalipun itu adalah kekayaan besar yang bisa ditukar dengan berhektar-hektar tanah dan ladang dan mempekerjakan ribuan pekerja ladang. Tetapi, bawahannya berpikir lain dan bertindak melanggar. Mari baca dan kupas bersama perikop ini:

2 Raja-raja 5:16, 20-27 – Tetapi Elisa menjawab: “Demi TUHAN yang hidup, yang di hadapan-Nya aku menjadi pelayan, sesungguhnya aku tidak akan menerima apa-apa.” Dan walaupun Naaman mendesaknya supaya menerima sesuatu, ia tetap menolak.
berpikirlah Gehazi, bujang Elisa, abdi Allah: “Sesungguhnya tuanku terlalu menyegani Naaman, orang Aram ini, dengan tidak menerima persembahan yang dibawanya. Demi TUHAN yang hidup, sesungguhnya aku akan berlari mengejar dia dan akan menerima sesuatu dari padanya.”
Lalu Gehazi mengejar Naaman dari belakang. Ketika Naaman melihat ada orang berlari-lari mengejarnya, turunlah ia dengan segera dari atas kereta untuk mendapatkan dia dan berkata: “Selamat!”
Jawabnya: “Selamat! Tuanku Elisa menyuruh aku mengatakan: Baru saja datang kepadaku dua orang muda dari pegunungan Efraim dari antara rombongan nabi. Baiklah berikan kepada mereka setalenta perak dan dua potong pakaian.”
Naaman berkata: “Silakan, ambillah dua talenta.” Naaman mendesak dia, dan membungkus dua talenta perak dalam dua pundi-pundi dan dua potong pakaian, lalu memberikannya kepada dua bujangnya; mereka ini mengangkut semuanya di depan Gehazi.
Setelah mereka sampai ke bukit, disambutnyalah dari tangan mereka, disimpannya di rumah, dan disuruhnya kedua orang itu pergi, maka pergilah mereka.
Baru saja Gehazi masuk dan tampil ke depan tuannya, berkatalah Elisa kepadanya: “Dari mana, Gehazi?” Jawabnya: “Hambamu ini tidak pergi ke mana-mana!”
Tetapi kata Elisa kepadanya: “Bukankah hatiku ikut pergi, ketika orang itu turun dari atas keretanya mendapatkan engkau? Maka sekarang, engkau telah menerima perak dan dengan itu dapat memperoleh kebun-kebun, kebun zaitun, kebun anggur, kambing domba, lembu sapi, budak laki-laki dan budak perempuan,
tetapi penyakit kusta Naaman akan melekat kepadamu dan kepada anak cucumu untuk selama-lamanya.” Maka keluarlah Gehazi dari depannya dengan kena kusta, putih seperti salju.
Ini bukan soal pelanggaran kecil, Gehazi mengatas-namakan sang nabi saat meminta uang itu. Ia juga berbohong dengan memakai nama rombongan nabi-nabi untuk mendapatkan kekayaan itu. Ia mencuri kekuasaan sang nabi dan para nabi, ini fatal di hadapan Tuhan. Ada bawahan-bawahan yang memakai nama atasannya untuk meluncurkan hak-hak terselubung yang diingini hatinya, tidak harus uang, tapi kenikmatan-kenikmatan lainnya yang semuanya tentulah semu. Waktu ditanya sang nabi dari mana, Gehazi juga berani berbohong mengatakan tidak dari mana-mana. Banyak bawahan yang mengatakan ‘setengah kebenaran’ dan menyembunyikan yang sebagian, memang dari Indomaret tapi sebenarnya itu hanya alasan sampingan, alasan yang sesungguhnya adalah bertemu dengan seseorang – itu semuanya adalah hasil dari hati yang berontak. Di luar pengenalan akan otoritas dan ketaatan terhadap kekuasaan, semua tindakan sebaik apapun merupakan pengeroposan tulang rohani. Pengeroposan tidak disadari pada awalnya dan masa proses berjalannya, sampai kemudian suatu hari tulang sudah keropos dan seluruh tubuh tidak berfungsi dengan baik. Ingat waktu Saul mengambil jarahan domba dan lembu yang tambun yang dia pikir disisihkan untuk “Tuhan?” Samuel berkata ketaatan itu lebih baik daripada korban. Jadi korban jika di luar covering bukanlah korban tetapi kejijikan, pemberontakan yang nyata-nyata, apapun alasan baiknya!Pemberontakan Gehazi membuahkan kusta kekal bagi dia dan keturunannya. Dari hasil pelanggarannya ia memperoleh kebun-kebun zaitun, kebun anggur, kambing domba, lembu sapi, budak laki-laki dan perempuan, tetapi bagaimana dengan kusta melekat di sekujur tubuhnya dan membuatnya berwarna putih salju sampai ke liang kubur? Banyak bawahan tidak menyadari ada kusta yang sudah melekat di tubuhnya – hanya karena kusta itu tidak memanifestasikan dirinya, disangka bahwa ia baik-baik saja, dan pelanggaran terus dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Di gereja pelayanan orang tua saya dan beberapa pelayanan lain, saya banyak sekali melihat “gehazi-gehazi” berguguran sebelum suntuk, mereka mati muda, mati ngenas, dan ditimpa penyakit yang memalukan yang membawanya kepada kematian.

Tidak ada satu pun otoritas yang sempurna! (Tetapi kesempurnaan bukanlah dinilai dari apa yang manusia pandang, tetapi Tuhan mempunyai tolok ukur sendiri, jadi tidak seorang pun menghakimi kesempurnaan-atau-ketidaksempurnaan seseorang. Apalagi bawahan menilai atasannya, pastilah ukurannya berbeda jauh, ia belum pernah ditempatkan di level sana oleh Tuhan, dan ia belum dapat melihat dengan kacamata ukuran atasan) Jadi jika seorang bawahan menolak tunduk kepada otoritas karena penilaiannya sendiri atas ketidaksempurnaan otoritasnya, maka itu tidak benar dan persepsi yang sangat tidak utuh. Kebanyakan penilaian negatif tersebut hanya dipicu dari ketidak-mendapatkannya apa yang ia kehendaki, maka ia akan menilai dan kemudian melanjutkannya dengan aksi berikutnya: berontak.

Entah seberapa menyesalnya Gehazi waktu berdiri di hadapan tuannya dengan hati meletup karena membawa bekal masa depan, tetapi ia langsung drop-dead mati berdiri karena tidak bisa menjawab apa-apa dan tidak dapat reverse apa yang sudah diperbuatnya. Kusta sekujur tubuh seperti salju dalam hitungan detik! Boy! Tak pernah terjadi sebelumnya dan tidak akan terulang lagi – seperti peristiwa-peristiwa Ananias dan Safira yang langsung mati di hadapan Rasul Petrus saat berbohong, dan Korah, Datan dan Abiram yang karena pemberontakannya bumi mengangakan mulutnya dan menelan mereka hidup-hidup. Tidak ada waktu untuk berbalik, bertobat dan mendapatkan anugerah.

Kiranya kisah ini memberikan pelajaran bagi kita, para bawahan, yang masih belum mendapatkan peninggian sejati, nantikanlah, taatlah, tunduklah, buanglah ego, keratlah daging, matikan kehendak dan nafsu-nafsu sesaat, gantikan dengan kemanisan, ketundukan, kelemahlembutan, penerimaan. Hiduplah dengan kehendak Tuhan, yang seringkali diturunkan lewat wakil-Nya di bumi – otoritas-otoritas kita.

Pelajaran ini masih panjang dan sangat bertele bagusnya. Rekomendasi bacaan: Kekuasaan dan Ketaatan, oleh Watchman Nee, mengupas penuh dan gamblang mengenai pentingnya kekuasaan.

Kiranya setiap kita remuk, menyangkal diri, memikul salib, untuk dapat menjadi terang bagi Bapa di Sorga melalui kerendahan hati dan ketaatan dimana kita ditempatkan, dan di bawah siapa pun.