Imamat 20:22-23 (TB) Demikianlah kamu harus berpegang pada segala ketetapan-Ku dan segala peraturan-Ku serta melakukan semuanya itu, supaya jangan kamu dimuntahkan oleh negeri ke mana Aku membawa kamu untuk diam di sana.
Janganlah kamu hidup menurut kebiasaan bangsa yang akan Kuhalau dari depanmu: karena semuanya itu telah dilakukan mereka, sehingga Aku muak melihat mereka.

Markus 7:14-23 (TB) Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: “Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah.
Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.”
[Barangsiapa bertelinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar!]
Sesudah Ia masuk ke sebuah rumah untuk menyingkir dari orang banyak, murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang arti perumpamaan itu.
Maka jawab-Nya: “Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya,
karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?” Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal.
Kata-Nya lagi: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya,
sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,
perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan.
Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.”

Perkataan seseorang menunjukkan siapa dirinya. Perkataan saya menunjukkan siapa saya. Perkataan adalah gaung isi hati kita. Tidak peduli dia sedang membicarakan “orang lain” tetapi ia sedang mengungkapkan “dirinya” di hadapan orang lain.

Perkataan yang cemar terhadap/tentang orang lain sesungguhnya mencemari dirinya/orang yang sedang berkata-kata tersebut.

Ayat pertama kita dalam Imamat memberikan gambaran kepada kita bahwa bumi bisa memuntahkan kita/orang yang diam di atasnya karena kecemaran/dosa/kesalahan/pelanggaran orang yang diam di atasnya. Kata-kata adalah salah satu racun kecemaran yang sangat kuat yang membuat bumi bisa memuntahkan kita dari padanya.

Jika Saudara belajar lebih dalam lagi, bumi ini seperti memiliki ‘jiwa’ – ia bisa menolah membuahkan hasil, ia bisa berkabung, ia berteriak, dan masih banyak lagi rentetan yang saya kemukakan dalam sesi-sesi Intensive Training dan kelas-kelas reguler pemuridan KCC. Jika kita tidak berhati-hati, maka kita tidak hanya mencemari bumi dimana kita diam, tapi kita mencemari hidup kita. Karena jika bumi memuntahkan kita, maka bumi tidak akan membuahkan hasil/berkat bagi kita. Jika kita tidak memulihkannya, tidak memintakan ampun, maka kemanapun kita pergi, bumi dimana kita berjejak tidak memberikan kebaikan bagi kita.

Ini hal yang bukan kecil, bukan sepele, bukan mudah juga – sebab Firman Tuhan berkata bahwa manusia telah menaklukkan banyak hal, binatang, gunung, dll, tetapi sulit untuk menaklukkan lidah yang kecil ini.

Berkeliling dan mendengarkan orang berbicara (baik orang dunia maupun orang Kristen), perkataannya yang keluar mayoritas keluhan dan negatif. Ini adalah kecemaran terhadap lingkungan, tanah, dan diri sendiri. Setiap kali yang keluar adalah kutuk, dan mereka tidak menyadari betapa terkutuknya dirinya oleh diri sendiri. Orang Kristen sebegitu miripnya dengan dunia sampai dunia tidak melihat terang dalam hidup mereka, mereka tidak bercahaya dan tenggelam dalam dunia.

Imamat 20:24, 26 (TB) Tetapi kepadamu Aku telah berfirman: Kamulah yang akan menduduki tanah mereka dan Akulah yang akan memberikannya kepadamu menjadi milikmu, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya; Akulah TUHAN, Allahmu, yang memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain.
Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku.

Kerinduan Tuhan, saat kita ditempatkan di dunia, kita menjadi misionaris dari Sorga yang membawa terang ke dalam dunia, berbeda dari orang-orang/bangsa-bangsa dimana kita tinggal. Kita kudus, seharusnya menguduskan lingkungan, bukan mencemari dengan kata. Yang tidak kita sadari sebenarnya pencemaran ini berakibat fatal bagi diri sendiri. Bangsa Israel mengeluh dan dimusnahkan Tuhan; mereka merengek minta daging kepada Musa dan waktu daging rengekan itu belum ditelan melewati kerongkongan mereka Tuhan membunuh mereka.

Pendeknya, kata-kata negatif melukai diri sendiri. Jika seorang ingin diberkati, akar-akar buruk ini harus dicabut dari rohnya, meminta ampun dan membalikkan keadaan. Ini berlaku untuk urusan suami-isteri yang selama ini saling melukai di luaran; mantan pacar atau mantan suami/isteri; anak-ortu atau ortu-anak; pendeta antar gereja yang saling memukul di belakangnya; bangsa yang mengutuki negara dimana ia tinggal; masyarakat yang melukai dan tidak mempercayai pemerintahnya dengan berkata negatif saat membaca info atau nonton TV; bawahan yang mengeluhkan atasannya, anak buah yang menusuk otoritasnya, dan seterusnya.

Luka demi luka terjadi di alam roh, bukan hanya teroris-me, bo-m antar bangsa, tetapi ini sakit dalam, tidak ada berkat di bumi dimana ia tinggal, tidak ada berkat mengalir di urat nadi roh. Ini harus diadakan pertobatan dan pembalikkan.

Kiranya kata-kata kita memberkati bumi dan diri sendiri; memberkati pasangan, otoritas, gereja, pemerintah. Karena berkat Tuhan turun atas perkataan yang membawa berkat.