Beberapa tahun belakangan kalau pakai sepatu tertentu kulit di jari kaki saya sakit dan mengelupas. Ada beberapa sampai kulitnya menonjol dan membentuk ‘kapal,’ yang akhirnya kita kenal dengan sebutan kapalan. Rupanya saya memiliki beberapa jenis tongkang dan cruise. Tak nyaman dan tak bebas.

Suatu hari entah kesandung apa, kok saya bisa melihat tulisan menghilangkan kapal tersebut. “Ah, jadi juragan lainnya lebih sukses kali,” jadi saya siap untuk bereksperimen dulu bagaimana membuang kapal saya yang sudah bertahun-tahun ngendon numpang di kaki cantik.

Saya beli callusol seharga 36.000 doang, dan teng teng… experiment dimulai di kamar pribadi, dalam kesunyian, secara rahasia20150724_024534_resized_1

Hampir setiap malam saya rutin melakukan devotion pertempelan seperti di atas, tetapi di hari ke 5 kok tidak ada perubahan? Heran juga, jadi saya urungkan niat sejati yang lahir dari kerinduan iman. 2 hari saya lepaskan iman saya, tapi di hari ke 3 nya, ada ketukan lagi di relung. Maka malam itu saya devote lagi dengan lakban ajaibku. Ehh tak diduga dikira…itulah,…never give up hukumnya, dalam 2 hari berikutnya si kapal ngeleteketeketek.

Saya makin ‘terbakar’ untuk melihat beberapa kapal tongkang lain yang betul-betul sudah mengulit-daging di kaki saya, dan ternyata sampai telapak-telapak pun rupanya sudah mengebal. Saya minta dibelikan callusol terus tiap 3 hari sekali, sampai sudah berbotol2 habis, dan mungkin ada sekitar 8 botol berlalu. Maka berhentilah saya dan puas sampai di nomor sekian.

callusol_kaki   20150815_103712_resized

Moral Lesson – Hukum Callusol

Ada moral lesson yang saya dapatkan dari pengelentekan tersebut yang saya beri judul: HUKUM CALLUSOL. Rupanya ada “potensi” terpendam yang jika tidak “dipaksa” ditindak dengan ‘keras’ ia tak akan mencuat. Ternyata dari dalam kulit yang keras dan membuat sakit dan tak normal itu ada kulit-kulit indah yang bagus, kulit generasi baru yang sangat bagus dan berpotensi untuk menggantikan si tua keras itu. Ia tak akan terungkap sebelum si tua dibongkar habis dengan paksa.

Dalam kaitannya dengan kita-kita, ada karakter-karakter lama yang menyakitkan dan menyebalkan dan menjijikkan yang jika tidak ‘dipaksa’ dikeletek oleh bantuan orang lain (atas persetujuan kita) tidak akan runtuh dengan sendirinya, dan ini memang harus dipaksakan. Saya ingat dalam buku besar tebal yang sengaja saya beli dengan sebuah harga, yaitu tulisan khotbah Rev. Charles Spurgeon, ada kisah 2 orang sahabat yang satunya seorang pemberita Injil yang hebat satunya atheist atau apalah dia, tapi tak mau berurusan dengan Tuhan. Suatu kali temannya ini sekarat dan sudah di ranjang kematian, dan ia melihat Tuhan dan neraka. Lalu saat sahabat penginjilnya datang, ia mencengkeram tangannya dalam kemarahan dan berkata: “Kenapa engkau tidak memaksaku dari dulu dengan keras untuk mengenalkanku kepada Tuhan!” Sekarang sudah terlambat dan dia tidak bisa berbuat apapun karena kematian sudah menjemputnya. Untung di detik-detik terakhir dia masih sempat mempercayai iman sahabat penginjilnya yang ‘sungkan’ memaksanya menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamatnya. Tetapi itu mengecewakannya di akhir hayatnya, andai dari dulu….

Ada yang harus dipaksa, walaupun pada mulanya menyakitkan dan seolah pemaksaan kehendak, tidak mengenakkan tetapi dalam kaitannya dengan keselamatan, ini merupakan KASIH. Saya memaksakan diri untuk mengeletek kulit lama agar generasi baru bisa melaksanakan tugasnya.

Memang jika melihat sekilas rupa keletek-kakian ini sangat mengerikan, tetapi hasil akhir sangat memuaskan. Saya memiliki kulit kaki yang bisa dikatakan hampir sempurna. Tonjolan-tonjolan kelebihan kulit yang tidak masuk dalam rancangan designer sepatu dunia sudah berakhir dan kaki saya bisa fit dengan the fitness of their international designs.

20150825_004415_resized-horz

 

Hidup Callusol!

(Jika ada pembaca yang sodaraan dengan perusahaan tsb mohon diperkenalkan kepada saya, mungkin kaki saya bisa jadi model dari produk sakti ini,… hehehe)